(sebuah tulisan dari Septy Dompas (alumni PSM Undip periode 2000-2004)
Seorang teman
lama saya, teman kuliah, mengganti status bbnya suatu malam.. kira-kira begini
bunyinya “nyesel, dulu males latian psm L” Tidak seberapa lama, status-status dari teman teman lain bermunculan.. “I (was)
am member of PSM Undip” …“great psm… proud of you all”… atau “rindu menyanyi
lagi”.
Yeeeesss.. semua
itu adalah status para alumni PSM Undip saat PSM Undip tampil tayang di kick andy Metro TV.
Saya tidak tahu pasti perasaan mereka masing2 malam itu, yang jelas buat saya sendiri malam itu adalah
malam dimana ada suatu gelora lama yang muncul kembali. Rindu menyanyi, rindu
membaca partitur, rindu berkumpul, rindu memakai kostum dan rindu “deg2”an
memasuki panggung lomba or sekedar pentas di BI pada saat upacara hari
kemerdekaan atau wisuda universitas.
Bangga, yaahhh..
sangat bangga saat melihat PSM Undip mulai mengepakkan sayapnya lebih lebar
lagi. Meskipun ada rasa “gelo” juga,
kenapa saya tidak menjadi bagian (ikut menyanyi)nya sekarang? Kenapa dulu belum
se hebat ini?? Hahahaa…
PSM UNDIP,
tempat ini adalah separuh dari hidup saya saat kuliah. Keadaan PSM Undip saat
itu tentu saja jauh berbeda dengan PSM Undip sekarang. Ketiadaan pelatih tetap
saat itu cukup berpengaruh terhadap kualitas dan kuantitas anggotanya. Sangat bersyukur bahwa di masa itu
masih ada alumni yang sangat concern dan rela hati melatih kami, Mas Cecep J. Dukungan sangat minim kami terima dari pihak universitas. Saat ini setelah waktu berlalu, baru saya mengerti bahwa politik ternyata tidak hanya di dunia
pemerintahan. Dalam dunia politik, dukungan berbanding lurus dengan
“keuntungan” yang akan di dapat. Seberapa besar pride dan value yang akan
didapat oleh si pendukung. Karena paduan suara itu menurut saya masih
segmented, banyak orang tahu paduan suara tapi tidak bisa menghayati bagaimana
paduan suara itu bisa sedemikian, bagaimana bisa disajikan sedemikian,
bagaimana prosesnya hingga bisa sedemikian.. That’s why, perjuangan itu perlu
dilakukan demi menghadirkan pride and value, baru ada dukungan.
Bagi saya
semuanya itu sama sekali bukan alasan untuk disesali, bahkan saya bangga
menjadi bagian PSM terdahulu. Semua adalah proses, seperti seekor ulat yang
awalnya ditakuti karena merusak daun-daun, menimbulkan gatal2 bagi orang yang
tak sengaja memegangnya, kemudian menjadi kepompong, yang bagai mahkluk mati
tapi bernyawa, mematangkan kekuatan sayap, menyempurnakan bentuk tubuh.
Kemudian pada saatnya akan melepaskan diri menjadi kupu2 yang indah, yang
dikejar2 oleh anak2 kecil di taman bunga, bahkan menjadi incaran fotografer
untuk dapat mengabadikan kepakan sayapnya yang indah.
Tugas kami saat
itu adalah menjaga eksistensi, bahwa Paduan Suara Mahasiswa Universitas Diponegoro itu ada, kami
hidup dan kami berkarya. Berkarya diantara banyak karya2 lain yang saling kejar
mengejar untuk menjadi yang terindah, untuk mendapatkan pengakuan dan dukungan
dengan kekuatan seadanya.
Tapi, lebih dari
semua itu, bagi anggota PSM Undip, kepuasan kami sejatinya bukanlah berujung pada sebuah pengakuan. tapi di kala kami bisa makin mencintai seni, bernyayi adalah
hidup kami, teman2 anggota PSM adalah keluarga dan PSM Undip adalah rumahnya. PSM undip adalah tempat belajar bagaimana hidup sesungguhnya suatu saat nanti.
Pertama, belajar
bertoleransi. Yang suaranya merasa bagus tidak perlu keras-keras yah kecuali kalo lagi
solo… yang suaranya pas pasan jangan nggandul2.. yang lebih pintar baca notasi
ajarin yang agak lemot, yang lemot jangan putus asa untuk belajar terus.
Belajar
membiasakan diri dengan sesuatu yang baru (perubahan). Tuntutan belajar banyak
lagu dengan aransemen yang variatif, kadang membuat stres. Satu sisi tanggung
jawab dalam perkuliahan tetap harus diprioritaskan. Apa jadinya bila paduan
suara malas belajar lagu2 baru? (Masa lagu “kicir-kicir” terus sepanjang masa, hehehe)
Belajar bertanggung jawab. Setiap anggota paduan suara mempunyai
tanggung jawabnya sendiri-sendiri, baik saat menyanyi maupun berorganisasi.
Saya yakin dan percaya, teman2 yang dahulu bertanggung jawab besar saat ‘hidup’
di PSM, saat ini pasti dipakai di masyarakat dan dunia pekerjaan untuk memikul
suatu tanggung jawab besar juga.. (ngaku hayoo, alumni PSM Undip yang dijadiin ketua
RT saat ini siapa? Yang jadi manager siapa? Yang jadi enterprenur siapa?
Hihihhi)
Belajar tidak menyerah, ini sangat penting dalam hidup. Kegagalan
awal keberhasilan (itu klise), saya lebih senang mengatakan bahwa “kegagalan
itu anugerah indah supaya kita bisa mengerti dan memahami arti kesuksesan
kemudian kita dapat mensyukurinya dengan rendah hati”. Saya bersyukur Tuhan
tidak tinggal diam, Dia perlahan tapi pasti membawa psm undip berkembang
menjadi kupu-kupu, meskipun saya tidak menjadi bagiannya sekarang, tapi saya
dan teman2 pernah menjadi ulat, pernah menjadi cangkang kepompong yang dengan
bangga mengantarkan kupu-kupu mengepakkan sayapnya.
Dan karena kita adalah bagian dari mereka, saya rasa tidak ada bagian
dari alumni PSM Undip yang mengharapkan pride atau value demi mendukung
adik-adiknya sekarang, karena kita mencintai organisasi ini dengan ketulusan,
tidak peduli apakah ada keuntungan atau tidak bagi kita. Kita hanya perlu
menyisihkan waktu dan pikiran kita saja demi mendukung kemajuan mereka.
Bagi adik2 anggota PSM Undip yang saat ini masih aktif, yang mungkin
sempat membaca note ini. Jangan sia-siakan waktu kalian di PSM Undip, raih
sebanyak-banyaknya hal positif di rumah kita ini. Raih pengalaman, carilah
nilai-nilai kehidupan dari rumah kita ini, supaya suatu saat kalian tidak
menyesal telah menyia-nyiakan kesempatan menjadi bagian PSM. Supaya kalian
merasakan kebanggaan. Seperti saya bangga pernah menjadi bagiannya.
* catatan ini sudah mengalami perubahan dari aslinya tanpa mengurangi makna dari tulisannya
Tesssstttt...
ReplyDelete