Wednesday, 5 December 2012

Sebuah Catatan: Sayapun Pernah Menjadi Bagiannya


(sebuah tulisan dari Septy Dompas (alumni PSM Undip periode 2000-2004)



Seorang teman lama saya, teman kuliah, mengganti status bbnya suatu malam.. kira-kira begini bunyinya “nyesel, dulu males latian psm L” Tidak seberapa lama, status-status dari teman teman lain bermunculan.. “I (was) am member of PSM Undip” …“great psm… proud of you all”… atau “rindu menyanyi lagi”.

Yeeeesss.. semua itu adalah status para alumni PSM Undip saat PSM Undip tampil tayang di kick andy Metro TV. Saya tidak tahu pasti perasaan mereka masing2 malam itu,  yang jelas buat saya sendiri malam itu adalah malam dimana ada suatu gelora lama yang muncul kembali. Rindu menyanyi, rindu membaca partitur, rindu berkumpul, rindu memakai kostum dan rindu “deg2”an memasuki panggung lomba or sekedar pentas di BI pada saat upacara hari kemerdekaan atau wisuda universitas.

Bangga, yaahhh.. sangat bangga saat melihat PSM Undip mulai mengepakkan sayapnya lebih lebar lagi. Meskipun  ada rasa “gelo” juga, kenapa saya tidak menjadi bagian (ikut menyanyi)nya sekarang? Kenapa dulu belum se hebat ini?? Hahahaa…

PSM UNDIP, tempat ini adalah separuh dari hidup saya saat kuliah. Keadaan PSM Undip saat itu tentu saja jauh berbeda dengan PSM Undip sekarang. Ketiadaan pelatih tetap saat itu cukup berpengaruh terhadap kualitas dan kuantitas anggotanya. Sangat bersyukur bahwa di masa itu masih ada alumni yang sangat concern dan rela hati melatih kami, Mas Cecep J. Dukungan sangat minim kami terima dari pihak universitas. Saat ini setelah waktu berlalu, baru saya mengerti bahwa politik ternyata tidak hanya di dunia pemerintahan. Dalam dunia politik, dukungan berbanding lurus dengan “keuntungan” yang akan di dapat. Seberapa besar pride dan value yang akan didapat oleh si pendukung. Karena paduan suara itu menurut saya masih segmented, banyak orang tahu paduan suara tapi tidak bisa menghayati bagaimana paduan suara itu bisa sedemikian, bagaimana bisa disajikan sedemikian, bagaimana prosesnya hingga bisa sedemikian.. That’s why, perjuangan itu perlu dilakukan demi menghadirkan pride and value, baru ada dukungan.

Bagi saya semuanya itu sama sekali bukan alasan untuk disesali, bahkan saya bangga menjadi bagian PSM terdahulu. Semua adalah proses, seperti seekor ulat yang awalnya ditakuti karena merusak daun-daun, menimbulkan gatal2 bagi orang yang tak sengaja memegangnya, kemudian menjadi kepompong, yang bagai mahkluk mati tapi bernyawa, mematangkan kekuatan sayap, menyempurnakan bentuk tubuh. Kemudian pada saatnya akan melepaskan diri menjadi kupu2 yang indah, yang dikejar2 oleh anak2 kecil di taman bunga, bahkan menjadi incaran fotografer untuk dapat mengabadikan kepakan sayapnya yang indah.

Tugas kami saat itu adalah menjaga eksistensi, bahwa Paduan Suara Mahasiswa Universitas Diponegoro itu ada, kami hidup dan kami berkarya. Berkarya diantara banyak karya2 lain yang saling kejar mengejar untuk menjadi yang terindah, untuk mendapatkan pengakuan dan dukungan dengan kekuatan seadanya.

Tapi, lebih dari semua itu, bagi anggota PSM Undip, kepuasan kami sejatinya bukanlah berujung pada sebuah pengakuan. tapi di kala kami bisa makin mencintai seni, bernyayi adalah hidup kami, teman2 anggota PSM adalah keluarga dan PSM Undip adalah rumahnya. PSM undip adalah tempat belajar bagaimana hidup sesungguhnya suatu saat nanti.

Pertama, belajar bertoleransi. Yang suaranya merasa bagus tidak perlu keras-keras yah kecuali kalo lagi solo… yang suaranya pas pasan jangan nggandul2.. yang lebih pintar baca notasi ajarin yang agak lemot, yang lemot jangan putus asa untuk belajar terus.
Belajar membiasakan diri dengan sesuatu yang baru (perubahan). Tuntutan belajar banyak lagu dengan aransemen yang variatif, kadang membuat stres. Satu sisi tanggung jawab dalam perkuliahan tetap harus diprioritaskan. Apa jadinya bila paduan suara malas belajar lagu2 baru? (Masa lagu “kicir-kicir” terus  sepanjang masa, hehehe)
Belajar bertanggung jawab. Setiap anggota paduan suara mempunyai tanggung jawabnya sendiri-sendiri, baik saat menyanyi maupun berorganisasi. Saya yakin dan percaya, teman2 yang dahulu bertanggung jawab besar saat ‘hidup’ di PSM, saat ini pasti dipakai di masyarakat dan dunia pekerjaan untuk memikul suatu tanggung jawab besar juga.. (ngaku hayoo, alumni PSM Undip yang dijadiin ketua RT saat ini siapa? Yang jadi manager siapa? Yang jadi enterprenur siapa? Hihihhi)
Belajar tidak menyerah, ini sangat penting dalam hidup. Kegagalan awal keberhasilan (itu klise), saya lebih senang mengatakan bahwa “kegagalan itu anugerah indah supaya kita bisa mengerti dan memahami arti kesuksesan kemudian kita dapat mensyukurinya dengan rendah hati”. Saya bersyukur Tuhan tidak tinggal diam, Dia perlahan tapi pasti membawa psm undip berkembang menjadi kupu-kupu, meskipun saya tidak menjadi bagiannya sekarang, tapi saya dan teman2 pernah menjadi ulat, pernah menjadi cangkang kepompong yang dengan bangga mengantarkan kupu-kupu mengepakkan sayapnya.
Dan karena kita adalah bagian dari mereka, saya rasa tidak ada bagian dari alumni PSM Undip yang mengharapkan pride atau value demi mendukung adik-adiknya sekarang, karena kita mencintai organisasi ini dengan ketulusan, tidak peduli apakah ada keuntungan atau tidak bagi kita. Kita hanya perlu menyisihkan waktu dan pikiran kita saja demi mendukung kemajuan mereka.
Bagi adik2 anggota PSM Undip yang saat ini masih aktif, yang mungkin sempat membaca note ini. Jangan sia-siakan waktu kalian di PSM Undip, raih sebanyak-banyaknya hal positif di rumah kita ini. Raih pengalaman, carilah nilai-nilai kehidupan dari rumah kita ini, supaya suatu saat kalian tidak menyesal telah menyia-nyiakan kesempatan menjadi bagian PSM. Supaya kalian merasakan kebanggaan. Seperti saya bangga pernah menjadi bagiannya.
* catatan ini sudah mengalami perubahan dari aslinya tanpa mengurangi makna dari tulisannya

1 comment: